Sepak Terjang Perusahaan Unilever

Sahabat blogger, kali ini saya akan membahas siapakah pemilik perusahaan besar yang ada di Indonesia, bahkan masuk pada jajaran perusahaan besar di dunia. Siapa yang tidak mengenal atau mendengar dengan nama unilever? Kalau sahabat suka membeli produk-produk kebutuhan rumah tangga, seperti sabun mandi, pasta gigi, shampoo, dan lain sebagainya sebagian besar produk mereka tersebar di Indonesia. Hanya saja terkadang kita yang tidak menyadari bahkan terkadang tidak berfikir siapakah pemilik dari merek produk-produk di atas.

Pada awal sejarah berdirinya perusahaan yang sekarang dikenal dengan nama unilever merupakan perusahaan multinasional yang didirikan pada tahun 1930 sebagai hasil penggabungan dari produsen margarin asal Belanda, Margarine Unie dan produsen sabun asal Inggris, Lever Brothers. Selama paruh kedua dari abad ke-20, Unilever secara signifikan berdiversifikasi ke berbagai bidang bisnis dan juga berekspansi ke berbagai negara. Unilever juga membuat beberapa upaya akuisisi, termasuk Lipton (1971), Brooke Bond (1984), Chesebrough-Ponds (1987), Best Foods dan Ben & Jerry's (2000), serta Alberto-Culver (2010). Pada dekade 2010an, di bawah kepemimpinan Paul Polman, Unilever secara perlahan menggeser fokus bisnisnya ke bisnis kesehatan dan kecantikan, dari yang sebelumnya ke bisnis makanan, yang menunjukkan tren perlambatan pertumbuhan.

Unilever telah menjelma menjadi salah satu induk perusahaan dengan anak perusahaan terbanyak di dunia. Kini perusahaan yang awalnya hanya memproduksi Sunlight, telah mampu melahirkan berbagai merek ternama. Unilever memiliki lebih dari 400 merek dagang, dengan 14 merek diantaranya memiliki total penjualan lebih dari £1 milliar. Unilever telah mampu memasarkan produknya ke lebih dari 190 negara di seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Rangkaian produk Unilever Indonesia yang juga disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain. 

Tak heran, kapitalisasi pasar Unilever mampu mencapai angka US$ 129,1 miliar. Bagaimana Unilever mulai merangkai jejaring bisnisnya di seluruh dunia? Sejak didirikan 80 tahun yang lalu Unilever terus fokus menjajaki industri perawatan diri dan berbagai produk kebutuhan rumah tangga. Kini perusahaan tersebut telah menggurita di seluruh dunia dan menguasai berbagai merek ternama di berbagai negara.

Bahkan perusahaan ini mampu menyediakan lowongan kerja bagi 173 ribu pegawainya. Tak heran, kapitalisasi pasar korporasi besar ini telah mencapai nilai yang sangat fantastis yaitu US$ 129,1 miliar. Bahkan penjualan seluruh produknya per tahun dapat melonjak hingga US$ 64,25 miliar. Melalui berbagai anak perusahaannya, Unilever kini tercatat memiliki aset senilai US$ 58,12 miliar secara internasional. Hingga Mei 2015, Unilever tercatat berhasil mencetak laba senilai US$ 6,86 miliar. Operasi Unilever terbagi ke dalam beberapa segmen yaitu, personal care, makanan, dan home care.

Unilever kini mengelola lebih dari 300 pabrik produksi di seluruh dunia. Perusahaan raksasa ini juga mampu mempertahankan operasinya di lebih dari 100 negara. Tak tanggung-tanggung, Unilever juga telah memiliki 400 merek produk ternama di dunia. Sekitar 34 persen pendapatan diperoleh dari Eropa Barat, 22 persen dari Amerika Utara, 18 persen dari Asia Pasifik, 13 persen dari Amerika Latin dan 9 persen dari Afrika, Timur Tengah dan Turki. Sementara 54 persen keuntungan perusahaan dihasilkan dari produk makanan seperti bumbu dapur, eskrim, minuman pelangsing dan margarin.

Terdapat juga beberapa merek andalan yang penjualannya selalu menembus angka di atas satu miliar euro diantaranya Axe, Blue Band, Dermalogica, Dove, Heartbrand Knorr, Lipton, Lux, Magnum, Omo, Rexona, Surf dan Sunsilk. Seluruh merek itu merupakan produk andalan Unilever. Seiring dengan perkembangan teknologi, mereka melakukan beberapa inovasi produk dan ekspansi ke berbagai dunia dalam menguasai pasar dunia.

Inilah sekilas tentang perusahaan unilever yang berkembang bahkan sangat melekat dengan masyarakat Indonesia. Saya tidak bermaksud ingin lebih mengenalkan unilever ataupun menjatuhkan pihak siapapun dan manapun, namun dapat diambil kesimpulan dan pengalaman berharga untuk dijadikan pelajaran untuk di masa yang akan datang. Dimana kita seharusnya tidak tergantung pada produk-produk buatan yang notabenenya milik asing. Ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga terhadap produk-produk buatan bangsanya sendiri. Kalau sekiranya kita belum punya produk yang sekelas dengan mereka, lantas kenapa kita tidak mulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu yang bisa kita produksi.

Saya ingat betul dengan program yang digulirkan oleh Presiden B.J. Habibie ketika itu diantaranya adalah program Aku Cinta Produk Indonesia. Program dengan nama yang sederhana, namun berefek besar bagi peningkatan perekonomian di Indonesia. Buktinya beliau bisa menaikkan nilai rupiah terhadap dollar AS. dari Rp 16.800 / USD turun hingga ke level Rp 6.900 / USD. Sungguh nilai yang fantastis bisa menurunkan mata uang dollar terhadap Rupiah, dimana tidak ada Presiden selain BJ. Habibie yang bisa melakukannya, bahkan termasuk sampai sekarang Pemerintahan Jokowi belum bisa melakukan hal demikian. Diawali dari program yang dijalankan pada waktu itu adalah Aku Cinta Produk Indonesia yang dipadukan dengan program yang sungguh luar biasa dan juga tidak kalah menarik yakni Aku Cinta Rupiah.

Dua program ini yang memang sangat sederhana dari segi penamaannya, namun mempunyai efek besar guna mendongkrak perekonomian Indonesia. Bahkan program tersebut sangat difahami dan dimengerti oleh kalangan atas maupun kalangan rakyat biasa. Namun sayangnya, BJ Habibie menjalankan pemerintahannya hanya dalam waktu yang relatif sangat singkat. Entah alasan apa yang membuat BJ Habibie sampai tidak melanjutkan pemerintahannya sampai tuntas. Padahal dari segi pemikirannya sangatlah luar biasa, beliau memimpikan Indonesia menjadi produsen pesawat terbang di dunia. Mimpi dan harapan yang saya kira bukan sesuatu yang asal-asalan, karena beliau juga mempunyai kapasitas dalam mewujudkan impiannya tersebut.

Apakah cita-cita beliau terlalu tinggi untuk dijangkau oleh negara Indonesia yang masih dalam kategori negara berkembang? Sehingga banyak kalangan pejabat, para pakar, dan lain sebagainya yang tidak yakin bahkan ragu dengan hal itu. Inilah yang harus dibangun dari sekarang, mental yang visioner diperlukan pada masa saat ini. Bukan mental skeptis dan pragmatis yang hanya membuat bangsa kita menjadi terpuruk dan tidak punya rasa percaya diri. Wallahu ‘alam Bishawab..

Sumber:



0 Response to "Sepak Terjang Perusahaan Unilever"

Post a Comment